Sunni
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Artikel ini adalah bagian dari seri Islam |
Rukun Islam |
Syahadat · Shalat · Zakat · Puasa · Haji |
Rukun Iman |
Allah · Kitab · Malaikat · |
Nabi · Kiamat · Takdir |
Tokoh Islam |
Muhammad SAW |
Nabi & Rasul· Para Sahabat· Ahlul Bait |
Kota Suci |
Mekkah · Madinah · Yerusalem |
Najaf · Karbala · Kufah |
Kazimain · Mashhad · Samarrah |
Hari Raya |
Hijrah · Idul Fitri · Maulid |
Idul Adha · Asyura · Ghadir Khum |
Arsitektur |
Mesjid · Menara · Mihrab · Ka'bah |
Arsitektur Islam |
Jabatan Fungsional |
Khalifah ·Ulama ·Muadzin · Imam · Mullah |
Ayatullah · Mufti |
Teks & Hukum |
Al-Qur'an · Hadits · Sunnah |
Fiqih · Fatwa · Syariat |
Aliran |
Sunni: Hanafi · Hambali · Maliki · Syafi'i |
Syi'ah: Dua Belas Imam · Ismailiyah · Zaiddiyah |
Lain-lain: Ibadi · Khariji'ah · Murji'ah · Mu'taziliyah |
Gerakan |
Ikhwanul Muslimin · Tasawuf Wahhabisme · Salafiyah |
Ormas Islam |
Nahdlatul Ulama · Muhammadiyah Persis · MUI |
Lihat Pula |
Indeks artikel tentang Islam |
|
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama'ah (Bahasa Arab: أهل السنة والجماعة) (Aswaja) atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah (bahasa Arab: أهل السنة) atau Sunni. Pada awalnya merupakan gabungan golongan yang berasal dari Sunnah (para netralis politik di Madinah) dan Jama'ah (para pendukung Muawiyah).[1] Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan ±10% menganut aliran Syi'ah
Daftar isi |
[sunting] Sejarah
[sunting] Fitnah di tubuh Islam
[sunting] Fitnah pada saat Rasulullah wafat
Ketika Rasulullah wafat, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshor, sementara Ali bin Abi Thalib dan para pengikutnya sibuk mengurus jenazah Raulullah. Tanpa kehadiran Ali bin Abi Thalib dan Bani Hasyim, dan setelah proses "pemilihan" yang ricuh dan penuh dengan kekerasan dan intimidasi, maka "terpilih"lah Abu Bakar sebagai Khalifah pertama.
[sunting] Fitnah masa khalifah ke-3
Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi dari Mesir yang hendak menyampaikan keluhan dan protes mereka atas tindakan-tindakan Khalifah yang mereka anggap tidak adil, khususnya praktek nepotismenya yang hanya mementingkan Bani Umayyah. Kemudian masyarakat banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadap Utsman, membai'at Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah, walaupun awal mulanya Ali menolak, tetapi karena desakan masyarakat serta tidak adanya pimpinan yang dapat diterima pada saat itu, akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima bai'at tersebut.[1]
[sunting] Fitnah masa khalifah ke-4
Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi, pertama berasal dari janda Rasulullah, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah dan Zubair melancarkan pemberontakan dan perang yang kemudian disebut dengan Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian pemberontakan yang dilakukan oleh Muawiyah yang diangkat oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin. Dimana walaupun secara militer Ali menang, tetapi secara diplomatik Ali kalah. Kemudian terjadi perpecahan di pihak Ali, dimana terjadi pembelotan oleh Golongan Khawarij (Pembelot). Sedangkan golongan yang mengikuti Ali disebut Syi'ah Ali (pengikut Ali).[1]
[sunting] Tahun Jama'ah
Kaum Khawarij ingin mengembalikan masalah kekhalifahan kepada rakyat banyak, melalui pemilihan. Tapi terhalang oleh Ali dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh keduanya. Ibnu Muljam dari Khawarij berhasil membunuh Khalifah Ali pada saat khalifah mengimami shalat subuh di Kufah, tapi tidak terhadap Muawiyah karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan diri dan umat Islam, berkat kecakapan politik dan ketegaran kepemimpinannya. Karena trauma oleh berbagai pertumpahan darah, kaum muslim secara pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan de facto Muawiyah. Maka tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus disebut tahun persatuan ('am al-jama'ah).[1]
[sunting] Sunnah Madinah
Berbagai pertumpahan darah tersebut kemudian menjadi trauma yang menjurus kepada sikap netral dalam beragama, khususnya bagi warga Madinah, yang dipelopori oleh Abdullah bin Umar. Mereka mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an, dan memperhatikan serta ingin mempertahankan tradisi (Sunnah) pendudukan Madinah. Tradisi kota Nabi itu dipandang sebagai kelanjutan langsung tradisi yang tumbuh pada zaman Nabi. Kaum netralis ini ditenggang oleh penguasa Bani Umayyah, meskipun mereka juga sering melakukan oposisi moral dengan rezim Damaskus. Maka terjadi proses penggabungan dan penyatuan golongan Jama'ah (para pendukung Muawiyah) dan golongan Sunnah (para netralis politik di Madinah), yang kelak melahirkan Golongan Sunnah dan Jama'ah (Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah). Mereka tumbuh dengan doktrin-doktrin tersendiri (berbeda dengan yang lain seperti Khawarij dan Syi'ah) yang berkembang selama beberapa abad, sampai tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada sekitar akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi hadis dan menghasilkan al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275), al-Turmudzi (w. 279 H), dan al-Nasa'i (w. 303 H).[1]
[sunting] Perkembangannya kemudian
Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah.
[sunting] Mazhab / aliran Fikih
Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.
[sunting] Hanafi
- Artikel utama: Mazhab Hanafi, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]
Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).
[sunting] Maliki
- Artikel utama: Mazhab Maliki, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]
Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 25% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan Utara. Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk madinah sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad hijrah, hidup dan meninggal di sana dan terkadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari hadits.
[sunting] Syafi'i
- Artikel utama: Mazhab Syafi'i, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]
Dinisbatkan kepada Imam Syafi'i memiliki penganut sekitar 15% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar di Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia, Yaman, Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Sri Lanka dan menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.
[sunting] Hambali
- Artikel utama: Mazhab Hambali, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]
Dimulai oleh para murid Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Saudi Arabia.
[sunting] Tradisi keagamaan
[sunting] Pandangan Sunni mengenai Hadits
[sunting] Referensi
- ↑ 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 Makalah Dr. Nurcholish Madjid pada Seminar Sehari Sunnah Syi'ah, diselenggarakan oleh Korps Mahasiswa Penghafal dan Pengkaji Al-Qur'an (KOMPPAQ) Keluarga Jawa Barat di Jakarta, bertempat di Wisma Sejahtera, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 8 September 1987, yang kemudian dijadikan kata pengantar dalam buku Awal dan Sejarah Perkembangan Islam: Dari Saqifah sampai Imamah, oleh Sayyid Husain M. Jafri, Pustaka Hidayah, Bandung: 1995
[sunting] Lihat juga
[sunting] Pranala luar
Artikel ini adalah sebuah tulisan rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia mengembangkannya. |
Kategori: Rintisan umum | Sunni | Islam