Sawito Kartowibowo
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
RM Sawito Kartowibowo (lahir 1932), seorang pegawai Departemen Pertanian di Bogor, adalah orang yang sempat menghebohkan dunia politik Indonesia karena pada 1976 ia menyampaikan wangsit diterimanya secara gaib bahwa kehidupan politik negara perlu diperbaiki. Untuk itu, ia mendekati sejumlah tokoh penting di dunia politik maupun agama, seperti Mohammad Hatta, Hamka (Ketua MUI), Kardinal Yustinus Darmoyuwono (Ketua MAWI), T.B. Simatupang (Ketua PGI), R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo, mantan Kapolri pertama Indonesia yang juga adalah mertua Sawito sendiri, dll., dan meminta dukungan mereka dengan menandatangani lima pernyataan yang telah dipersiapkannya terlebih dulu. Sementara semua tokoh itu hanya menandatangani satu pernyataan, Bung Hatta menandatangani tiga di antaranya.
Daftar isi |
[sunting] Wangsit
Sawito mengaku mendapatkan wangsit setelah bermeditasi di Gunung Muria untuk menyampaikan pernyataannya tersebut. Konon, menurut wangsit yang diterimanya, Sawito mendapat mandat untuk menyampaikan pesan kepada Presiden Soeharto, agar menyerahkan kekuasaannya secara damai kepada Bung Hatta, demi menyelamatkan Indonesia.
Karena hal ini, Sawito lalu dianggap melakukan gerakan politik untuk menggoyahkan kepemimpinan Presiden Soeharto, dan bahkan menggulingkannya dari kekuasaannya pada waktu itu, sehingga ia dikenai tuduhan subversif. Akibatnya, Sawito diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara 8 tahun, yang belakangan dikurangi menjadi 7 tahun. Dalam kasus ini Sawito dibela oleh pengacara terkenal Yap Thiam Hien, Abdul Rachman Saleh (yang belakangan menjadi jaksa agung), dan beberapa pengacara lainnya.
[sunting] Pertanyaan
Kasus Sawito membangkitkan banyak pertanyaan. Banyak orang yang mempertanyakan, bagaimana mungkin para tokoh nasional dan pemimpin agama itu mendukung Sawito? Apakah mereka sedemikian naifnya sehingga mempercayai pernyataan Sawito tentang wangsitnya itu? Menurut orang-orang yang dekat dengan Bung Hatta, Bapak Bangsa dan Proklamator itu kabarnya merasa tertipu oleh Sawito. Begitu pula para penandatangan yang lainnya sehingga mereka kemudian mengeluarkan pernyataan yang isinya mencabut tanda tangan mereka.
Sebagian orang lagi bertanya-tanya, benarkah Sawito - seseorang yang tak pernah dikenal sebelum kasus ini mencuat - bertindak sendiri dan menghubungi orang-orang penting tersebut? Semua pertanyaan ini tidak pernah terungkap dengan tuntas.
[sunting] Pengampunan
Pada tahun 2000, melalui Keppres No. 93/2000, Presiden Abdurrahman Wahid memberikan abolisi dan rehabilitasi kepadanya, sehingga Sawito dipulihkan hak-haknya sebagai seorang warga negara Indonesia dan pegawai negeri sipil.
[sunting] Bacaan lebih lanjut
- David Bourchier, Dynamics of Dissent in Indonesia: Sawito and the Phantom Coup, Cornell University, 1984
- Edy Budiarsa dan Hermien Y. Kleden, Wawancara - Sawito Kartowibowo: "Saya Dituduh Mau Jadi Presiden karena Wangsit", PT Grafiti Pers, 1999
[sunting] Pranala luar
- Sawito Sudah Direhabilitasi, Pengacaranya Masih Eks Napi, Kompas 27 Maret 2003
- Hatta: The Voice that Never Fades Away - Tempo Interaktif, August 14-20, 2001
- Keputusan Presiden R.I. tentang Abolisi untuk Sawito