Kaisar Shunzhi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Kaisar Shunzhi (Hanzi: 顺治, 15 Maret 1638-5 Februari 1661) adalah kaisar ke-2 Dinasti Qing dan kaisar Tiongkok pertama dari suku Manchu sejak bangsa minoritas itu menduduki Tiongkok tahun 1644. Nama aslinya adalah Aisin-Gioro Fulin (爱新觉罗福临), putra ke-9 dari Huang Taiji.
Daftar isi |
[sunting] Kehidupan awal
Fulin mewarisi tahta tahun 1643 pada usia yang sangat dini yaitu lima tahun setelah ayahnya mangkat. Paman-pamannya, Pangeran Duo’ergun dan Jirgalang bertindak sebagai wali baginya. Duo’ergun yang ambisius menghimpun kekuasaan untuk dirinya sendiri. Juni 1644 ia memimpin tentara Qing menembus Tembok Besar melalui Terusan Shanhai dan berhasil merebut Beijing dari rezim pemberontak petani Dashun pimpinan Li Zicheng. Bulan Oktober tahun itu, Duo’ergun mendeklarasikan bahwa Dinasti Qing adalah penerus sah dari Dinasti Ming yang sebelumnya telah diruntuhkan pemberontakan petani Dashun. Dengan demikian, Shunzhi yang ketika itu berusia enam tahun otomatis menjadi kaisar Tiongkok pertama dari Dinasti Qing dan Duo’ergun sendiri menjadi pangeran wali.
Selain dibantu oleh Duo’ergun, ia juga dibantu oleh ibunya, ibusuri Xiaozhuang dalam menjalankan pemerintahan. Shunzhi sangat tidak menyukai pamannya yang arogan itu. Setelah pamannya meninggal tahun 1650, ia segera mendakwanya secara in absentia dengan tuduhan bermaksud melakukan kudeta. Ia memerintahkan agar makam Duo’ergun dibongkar dan mayatnya dirusak. Selain itu harta bendanya pun disita pemerintah dan semua gelarnya dicabut. Dengan begitu, Shunzhi telah membuktikan kemandiriannya.
[sunting] Pemerintahan
Setelah memegang kekuasaan di tangannya sendiri, ia mengubah kebijakan-kebijakan pamannya yang represif terhadap etnis Han. Ia mengadopsi kebijakan yang moderat, orang-orang Han mulai diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Ia bahkan mempekerjakan sarjana-sarjana Han untuk mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang kaisar yang berpikiran terbuka ia juga banyak belajar dari seorang missionaris Yesuit asal Jerman bernama Johann Adam Schall von Bell mengenai astronomi, teknologi, dan cara memerintah. Schall bahkan diangkat sebagai mentor pribadinya dan diberikan akses bebas untuk keluar masuk istana.
Shunzhi memajukan pertanian, memotong pajak dan bertindak tegas terhadap para pejabat korup. Kebijakannya ini menyebabkan ekonomi yang telah terpuruk pada tahun-tahun terakhir Dinasti Ming dan invasi Manchu berangsur-angsur membaik dan produksi meningkat.
Dalam bidang keagamaan, Shunzhi sangat tertarik dengan Budhisme sekte Zen. Ia mendalami agama dibawah bimbingan Yulin, seorang guru besar Zen yang memberinya nama Budhis, Xingchi. Demikian taatnya pada agama Budha hingga ia pernah menulis sebuah puisi yang menyatakan niatnya menjadi biksu.
Betapa aku menyesali takdirku
Jubah naga menggantikan jubah biksuku
Aku terlahir sebagai biksu Budha
Namun mengapa berakhir di istana kerajaan ?
[sunting] Kehidupan pribadi
Shunzhi menikahi keponakan ibunya, namun ia mencabut gelarnya sebagai permaisuri tahun 1653, tahun berikutnya, ia mengangkat permasuri baru yaitu Permaisuri Xiaohui Zhang. Selain itu, ia juga memiliki beberapa selir, yang paling terkenal adalah Wanru. Ia adalah salah satu selir yang paling disayang oleh Shunzhi. Kehidupannya penuh tragedi, putranya meninggal ketika baru berusia sebulan, diisukan karena diracun oleh permaisuri yang cemburu padanya. Ia meninggal tak lama setelahnya karena sedih dan depresi.
Shunzhi juga sangat tergila-gila dengan Dong Eshi, adik iparnya sendiri sehingga ia memberinya gelar fei (妃, selir kelas atas). Kematian Dong pada tahun 1660 merupakan pukulan yang sangat berat baginya, ditambah lagi dengan kematian selir Wanru. Diduga hal inilah yang menjadi penyebab kematiannya tak lama kemudian akibat dirundung duka yang amat sangat. Usianya saat itu baru 24 tahun. Dia dimakamkan di kompleks pemakaman kaisar Qing, 125 km di timur kota Beijing, tepatnya di musoleum Xiaoling (孝陵).
[sunting] Spekulasi seputar kematian
4 Februari 1661, Shunzhi menghadiri rapat dan mendengarkan laporan dari atas singasananya seperti biasa. Keesokan harinya ia dilaporkan meninggal di kamarnya, namun tidak seorangpun melihat jasadnya dan peti matinya sudah dalam keadaan tertutup sejak awal. Yang ditinggalkannya hanya sebuah surat wasiat yang ditujukan pada putra ketiganya, Xuan Ye untuk meneruskan tahta.
Diduga dia belum meninggal saat itu. Dia hanya turun tahta dan hidup membiara di Gunung Wutai, sebuah daerah sakral bagi umat Budha. Dugaan ini diperkuat dengan seringnya Xuan Ye yang telah menjadi Kaisar Kangxi melakukan kunjungan ke gunung itu yang kemungkinan untuk mengunjunginya. Hal ini menjadi salah satu dari tiga misteri besar dalam Dinasti Qing. Namun para sejarawan pada umumnya menepis kemungkinan bahwa Shunzhi menjadi biksu.
[sunting] Kaisar Shunzhi dalam budaya populer
Novel silat karya Jin Yong (Chin Yung), The Deer and the Cauldron (鹿鼎记) yang di Indonesia lebih populer dengan judul Pangeran Menjangan berlatar belakang tahun-tahun awal Dinasti Qing pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi. Di tengah cerita diceritakan bahwa Kangxi bertemu kembali dengan Shunzhi yang telah berusia senja dan telah menjadi biksu. Shunzhi menasehatinya agar menjadi penguasa yang baik.
[sunting] Lihat pula
[sunting] Referensi
Cheng Qinhua, Tales of the Forbidden City, Bejing: Foreign Languages Press, 1997.
Didahului oleh: Huang Taiji |
Kaisar Dinasti Qing 1643 - 1661 |
Digantikan oleh: Kaisar Kangxi |
Didahului oleh: Li Zicheng |
Kaisar Tiongkok 1644 - 1661 |
Digantikan oleh: Kaisar Kangxi |