Chiune Sugihara
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Chiune Sugihara | |
---|---|
Lahir | 1 Januari 1900 Yaotsu, Jepang |
Meninggal | 31 Juli 1986 Fujisawa, Jepang |
Chiune Sugihara (bahasa Jepang: 杉原千畝, Sugihara Chiune; 1 Januari 1900 – 31 Juli 1986) adalah seorang diplomat Jepang yang menyelamatkan ribuan orang Yahudi pada masa Perang Dunia II ketika ia menjabat sebagai konsul Kekaisaran Jepang di Lituania. Ia adalah salah seorang yang tampaknya tidak mempunyai motivasi lain kecuali melakukan apa yang benar, dan belakangan dikenal sebagai "Schindler Jepang."
Daftar isi |
[sunting] Awal kehidupan
Chiune Sugihara dilahirkan pada 1 Januari 1900 di Yaotsu, daerah pedesaan di Prefektur Gifu dari wilayah Chubu di Jepang, dari ayah kelas menengah, Yoshimizu Sugihara, dan ibu dari kelas samurai, Yatsu Sugihara. Ia adalah anak kedua dari lima orang anak lelaki dan seorang anak perempuan.
Pada 1912, ia lulus sebagai siswa terbaik dari Sekolah Furuwatari, lalu melanjutkan sekolahnya ke Daigo Chugaku (kini SMU Zuiryo) Nagoya, sebuah gabungan SMP dan SMU. Ayahnya ingin agar ia mengikuti jejaknya sebagai dokter, namun ia dengan sengaja menggagalkan diri dalam ujian masuknya dengan hanya menuliskan namanya saja pada kertas-kertas ujiannya. Sebaliknya, ia masuk ke Universitas Waseda pada 1918 dan mengambil sastra Inggris. Pada 1919, ia lulus dalam ujian Bea Siswa Kementerian Luar Negeri. Kementerian Luar Negeri Jepang merekrutnya dan menugasinya ke Harbin, Tiongkok. Di sana ia juga belajar bahasa Rusia dan bahasa Jerman dan belakangan menjadi ahli dalam masalah Rusia.
[sunting] Kantor Luar Negeri Manchuria
Ketika Sugihara bertugas di Kantor Luar Negeri Manchuria, ia ikut serta dalam perundingan-perundingan dengan Uni Soviet tentang Jalur Kereta Api Manchuria Utara. Ia melepaskan jabatannya sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di Manchuria sebagai protes atas perlakuan yang buruk oleh bangsa Jepang terhadap rakyat Tiongkok setempat. Sementara di Harbin ia menjadi seorang Kristen Ortodoks dan menikah dengan seorang perempuan Rusia Putih yang bernama Klavdia. Mereka bercerai pada 1935, sebelum ia kembali ke Jepang. Di Jepang ia menikah dengan Yukiko Kikuchi, yang kemudian mengganti namanya menjadi Yukiko Sugihara (杉原幸子 Sugihara Yukiko) setelah pernikahannya. Mereka mendapatkan tiga orang anak lelaki. Chiune Sugihara juga bertugas di Departemen Informasi dari Kementerian Luar Negeri dan sebagai penerjemah bagi perwakilan Jepang di Helsinki, Finlandia.
[sunting] Lituania
Pada 1939 ia menjadi wakil konsul pada Konsulat Jepang di Kaunas, Lituania (saat itu disebut Kovno (bahasa Yiddish: קובנה, bahasa Polandia: Kowno). Tugas-tugasnya yang lain adalah melaporkan gerak-gerik pasukan-pasukan Soviet dan Jerman.
Menurut Dr. Ewa Palasz-Rutkowska [1], Sugihara tentu akan bekerja sama dengan intelijen Polandia, sebagai bagian dari kerja sama Jepang-Polandia yang lebih besar.
Setelah Perjanjian Molotov-Ribbentrop diikuti oleh Penyerangan Polandia pada September oleh Jerman pada 1939 dan pengambilalihan Lituania oleh Uni Soviet pada 1940, banyak pengungsi Yahudi dari Polandia yang berusaha mendapatkan visa keluar. Tanpa visa itu, perjalanan akan berbahaya dan mereka tidak mungkin menemukan negara yang bersedia mengeluarkannya. Ratusan pengungsi datang ke konsulat Jepang, berusaha mendapatkan visa ke Jepang. Konsul Belanda Jan Zwartendijk telah memberikan kepada mereka izin perjalanan resmi ke negara ketiga ke Curaçao, sebuah pulau Karibia dan koloni Belanda yang tidak membutuhkan visa masuk, atau ke Guiana Belanda (yang, setelah kemerdekaan, berganti nama menjadi Suriname). Pada saat itu, pemerintah Jepang menganut kebijakan resmi netral terhadap orang-orang Yahudi, namun menuntut bahwa visa hanya dikeluarkan bagi mereka yang telah melalui prosedur-prosedur imigrasi yang semestinya dan mempunyai cukup dana. Kebanyakan para pengugnsi itu tidak memenuhi kriteria-kriteria ini. Sugihara dengan taat menghubungi Kementerian Luar Negeri Jepang hingga tiga kali untuk meminta petunjuk. Setiap kali, Kementerian menjawab bahwa siapapun yang memperoleh visa Jepang harus memiliki visa ke negara tujuan ketiga untuk keluar dari Jepang, tanpa kecuali.
Pada 29-31 Juli, Sugihara mulai mengeluarkan visa atas inisiatifnya pribadi, setelah berkonsultasi dengan istrinya. Berulang kali ia mengabaikan persyaratan-persyaratannya dan memberikan orang-orang Yahudi itu visa 10 hari untuk transit melalui Jepang, yang jelas-jelas melanggar perintah yang diberikan atasannya. Dengan jabatannya dan budaya Kementerian Luar Negeri Jepang, ini adalah tindakan yang luar biasa yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia berbicara kepada para pejabat Soviet yagn setuju untuk mengizinkan orang-orang Yahudi bepergian melalui negara itu via Jalur kereta api Trans-Siberia dengan membayar lima kali harga tiket biasa.
Sugihara tetap menulisi visa dengan tangannya sendiri (konon hingga 18-20 jam per hari, hingga setiap harinya menerbitkan visa yang rata-rata dikeluarkan dalam sebulan) hingga 4 September, ketika ia harus meninggalkan posnya sebelum konsulat itu ditutup. Pada saat itu ia telah mengeluarkan ribuan visa kepada orang-orang Yahudi, banyak di antaranya adalah kepala keluarga yang dapat membawa serta keluarga-keluarga mereka. Menurut para saksi, ia masih mengeluarkan visa sementara ia transit di hotel dan setelah menumpang kereta api, melemparkan visa-visa itu kepada kumpulan pengungsi yang putus asa menantikan di luar jendela kereta bahkan sementara kereta mulai berangkat.
Jumlah keseluruhan visanya diperdebatkan, antara 2.139 hingga 10.000. Kemungkinan besar jumlahnya lebih rendah, meskipun visa-visa keluarga memungkinkan beberapa orang bepergian dengan menggunakan satu visa saja, juga diterbitkan, sehingga jauh lebih banyak orang yang berhasil memanfaatkannya. Pihak intelijen Polandia menerbitkan sejumlah visa palsu. Sebuah kelompok yang terdiri atas 30 orang yang semuanya bernama "Jakub Goldberg" tiba suatu hari di Tsuruga dan dikembalikan ke Nakhodka milik Rusia.
Banyak pengungsi yang menggunakan visa mereka untuk pergi melintasi Uni Soviet ke Vladivostok dan kemudian menumpang kapal ke Kobe, Jepang; di sana ada sebuah komunitas Yahudi Rusia. Dari sana, 1.000 orang pergi ke tujuan lain seperti Amerika Serikat dan Mandat Britania atas Palestina. Sisa dari mereka yang bertahan karena visa Sugihara/Zwartendijk tinggal di Jepang hingga mereka dideportasi ke Shanghai yang dikuasai Jepang; di kota ini pun sudah ada sebuah komunitas Yahudi yang besar. Kebanyakan dari sekitar 20.000 orang Yahudi lolos dari Holocaust di ghetto Shanghai hingga Jepang menyerah pada 1945.
Meskipun Jerman menekan pemerintah Jepang agar menyerahkan atau membunuh para pengungsi Yahudi itu, pemerintah Jepang melindungi kelompok itu. Dalam Rencana Fugu (sebuah buku tentang Rancangan Fugu 1930-an), Rabi Marvin Tokayer mengajukans ebuah hipotesis: itu adalah perwujudan rasa terima kasih atas pinjaman sebesar $196 juta yang diberikan oleh seorang bankir Yahudi dari New York, Jacob Schiff, kepada Jepang; dana itu menolong mereka menang dalam Perang Rusia-Jepang 1905. Sebuah hipotesis yang lebih luas, yang juga menjelaskan motivasi rancangan tahun 1930-an itu, melibatkan keuntungan dari anggapan tentang kekuatan ekonomi orang-orang Yahudi (sebagian merupakan penafsiran yang dikembangkan oleh para pemimpin Jepang yang telah membaca pamflet-pamflet anti Semitis yang menyebutkan bahwa orang Yahudi sangat kaya dan mempunyai kekuasaan besar), yang dianggap positif oleh Kekaisaran Jepang. Akhirnya, para pemimpin Yahudi menunjukkan bahwa gagasan ideal Nazi tidak mengikutsertakan "bangsa kuning", dan menegaskan bahwa seperti halnya bangsa Jepang, orang-orang Yahudi juga berasal dari Asia.
[sunting] Mengundurkan diri
Kementerian Luar Negeri Jepang, yang masih membutuhkan kecakapan bahasa dan organisasi Sugihara, memutuskan untuk menunda tindakan disipliner atas dirinya hingga kecakapannya tidak lagi dibutuhkan. Sugihara ditugasi sebagai Konsul Jenderal di Praha, Cekoslowakia, pada 1941 di Königsberg dan di kantor perwakilan Jepang di Bucharest, Rumania. Ketika Rusia memasuki Rumania, pasukan-pasukan Soviet memenjarakan Sugihara dan keluarganya di sebuah kamp tahanan perang selama 18 bulan. Mereka dilepaskan pada 1946 dan kembali ke Jepang melalui Uni Soviet via jalur kereta api Trans-Siberia dan pelabuhan Nakhodka.
Pada 1947 kantor Kementerian Luar Negeri Jepang memintanya mengundurkan diri, dengan alasan pengurangan staf. Sebagian sumber mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri mengatakan kepada Sugihara bahwa ia dipecat karena "insiden tersebut" di Lituania.
Pada Oktober 1991, Kementerian mengatakan kepada keluarga Sugihara bahwa pengunduran diri Sugihara adalah bagian dari pergeseran personalia di Kementerian tak lama setelah berakhirnya perang. Kementerian Luar Negeri menerbitkan sebuah kertas posisi pada 24 Maret 2006 yang menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa Kementerian telah memaksakan tindakan disipliner atas Sugihara. Kementerian juga menyatakan bahwa Sugihara adalah salah satu dari banyak diplomat yang mengundurkan diri denagn suka rela, namun bahwa rincian alasan pribadinya "sulit dikonfirmasikan". Kementerian memuji perilaku Sugihara dalam laporannya, dan menyebutnya sebagai suatu "keputusan yang berani dan manusiawi."
[sunting] Kehidupan di kemudian hari
Sugihara menetap di Fujisawa di prefektur Kanagawa. Ia mulai bekerja untuk sebuah perusahaan ekspor sebagai Manajer Umum dari U.S. Military Post Exchange. Dengan memanfaatkan kefasihannya bahasa Rusianya, Sugihara kemudian bekerja dan tinggal dalam keadaan yang tidak mencolok di Uni Soviet selama 16 tahun, sementara keluarganya tetap tinggal di Jepang.
Pada 1968, Jehoshua Nishri, atase ekonomi di Kedutaan Besar Israel di Tokyo dan salah seorang dari orang yang diselamatkan oleh Sugihara akhirnya berhasil menemukan dan menghubungi Sugihara. Pada 1940 Nishri adalah seorang remaja Polandia. Tahun berikutnya Sugihara mengunjungi Israel dan disambut oleh pemerintah Israel. Mereka yang diselamatkan oleh Sugihara mulai melobi agar namanya dicantumkan dalam tugu peringatan Yad Vashem.
Pada 1985 Chiune Sugihara dianugerahi kehormatan sebagai Orang yang Benar di antara Bangsa-bangsa (bahasa Ibrani: חסידי אומות העולם), transliterasi Khasidei Umot ha-Olam) oleh Pemerintah Israel. Sugihara terlalu lemah untuk pergi ke Israel sehingga istrinya dan anaknyalah yang mewakilinya menerima kehormatan tersebut.
Tahun itu, 45 tahun setelah invasi Soviet atas Lituania, Sugihara ditanyai mengapa ia melakukan apa yang dilakukannya. Sugihara biasa memberikan dua alasan: pertama, bahwa para pengungsi itu adalah manusia juga, dan kedua, bahwa mereka hanya membutuhkan pertolongan.
Sugihara meninggal tahun berikutnya pada 31 Juli 1986. Jalan Sugihara di Kaunas dan Vilnius, Lituania dan asteroid 25893 Sugihara dinamai untuk menghormatinya. Memorial Chiune Sugihara di kota Yaotsu (tempat kelahirannya) dibangun oleh warga kota itu sebagai penghormatan atas dirinya.
[sunting] Alias
Sugihara juga dikenal sebagai Sempo Sugiwara dan Chiune Sempo Sugihara. Sugiwara Sempo (mengikuti urutan nama Jepang, dengan nama keluarga terlebih dulu) adalah nama samaran yang dipakainya ketika ia bekerja di Uni Soviet dari 1960 hingga 1975 untuk mencegah kemungkinan pemerintah Soviet mengidentifikasikan dirinya sebagai diplomat Jepang yang pada 1932 mengelabui mereka dan mendapatkan tawaran yang sangat baik bagi Jepang ketika Jepang membeli Jalur Kereta Api Manchuria Utara. Sempo bukanlah sebuah nama yang khas, namun ini adalah cara lain untuk membaca huruf Tionghoa 千畝 untuk Chiune. Demikian pula, sugiwara adalah ucapan alternatif bagi 杉原 nama keluarganya. Sempo bukanlah nama tengahnya.
[sunting] Daftar sebagian orang yang diselamatkan oleh Sugihara
- Para pemimpin dan mahasiswa dari Mir yeshiva, satu-satunya yeshiva Eropa yang selamat dari Holocaust
- John G. Stoessinger, profesor diplomasi di Universitas San Diego
- Jehoshua Nishri, atase ekonomi di Kedutaan Besar Israel di Tokyo
[sunting] Rujukan
[sunting] Lihat pula
- Daftar orang yang menolong orang Yahudi pada masa Holocaust
- Ho Feng Shan, Konsul Jenderal Tiongkok di Wina juga, bertentangan dengan perintah atasannya, menerbitkan visa keapda banyak orang Yahudi Jerman dan Austria, yang juga bertahan di ghetto Shanghai.
[sunting] Sumber-sumber
[sunting] Films dan media lainnya
- Sebuah stasiun TV Jepang membuat film dokumenter mengenai Chiune Sugihara. Film ini dibuat di Kaunas, di tempat bekas kedutaan besar Jepang.
- Sugihara: Conspiracy of Kindness dari PBS memberikan gambaran terinci tentang Sugihara dan kelaurganya serta hubungan yang menakjubkan antara orang Yahudi dan bangsa Jepang pada tahun 1930-an dan 1940-an. Situsnya mencakup garis waktu kehidupan Sugihara, preview video, wawancara eksklusif, dan rencana pembelajaran untuk guru.
- Band progressive metal Savatage menulis sebuah lagu dalam album mereka Handful of Rain tentang upaya Sugihara yang dinamai Chance. Lagu ini menampilkan nyanyian kanon lima suara yang menggambarkan pikirannya yang dilanda konflik.
- Pada 11 Oktober 2005, Yomiuri TV (Osaka) menyiarkan sebuah drama sepanjang dua jam yang berjudul 'Visas for Life' tentang Sugihara, berdasarkan buku karya istrinya. Halaman web dari drama ini sangat lengkap, namun hanya tersedia dalam bahasa Jepang.
- Chris Donahue membuat sebuah film tentang Sugihara pada 1997, yang berjudul Visas and Virtue, yang mendapatkan penghargaan untuk Best Live Action Short 1997 award pada Penghargaan Oscar 1998.
- Perusahaan film Jepang terbesar, Nippon Animation, memproduksi sebuah film animasi tentang Chiune Sugihara. Film ini secara khusus dibuat animasinya untuk stasiun-staisun TV di Jepang dan di seluruh dunia. Rencananya adalah memasarkan film ini pada 2008, untuk menandai 60 tahun sejak dijalinnya hubungand iplomatik antara Israel dan Japan. Perusahaan Jepang ini meminta duta besar Israel untuk Jepang, Eli Cohen, untuk ikut membantu membuat film ini.[2]
[sunting] Buku-buku
- Yukiko Sugihara: Visas for Life (1995) (terjemahan dari Rokusennin no inochi no biza, 1990) ISBN 0964967405
- Hillel Levine: In Search of Sugihara (1996) ISBN 0684832518 (buku anak-anak)
- Ken Mochizuki: Passage To Freedom: The Sugihara Story (1997) ISBN 1584301570 (buku anak-anak)
[sunting] Pranala luar
- Peringatan satu abad Chiune Sugihara
- Jewish Virtual Library: Chiune dan Yukiko Sugihara
- Proyek Sugihara
- Visas for Life Foundation
- Immortal Chaplains Foundation Prize for Humanity 2000 (dianugerahkan kepada Sugihara pada 2000)
- Kerja sama rahasia Polandia-Jepang semasa Perang Dunia II: Sugihara Chiune dan Intel Polandia, oleh Dr. Ewa Palasz-Rutkowska
- (de) Orang Yahudi dan Timur Jauh oleh Gerhard Krebs
- Penjelasan tentang nama samaran
- Penyelamat pada masa Holocaust Bibliografi
- Departemen Luar Negeri menyatakan tidak akan mengambil tindakan disipliner bagi 'Schindler Jepang'
- Departemen Luar Negeri menghormati Chiune Sugihara dengan memasang Plakat Peringatan (10 Okt. 2000)
- Situs Chiaki, anak kedua Chiune