Gyanendra dari Nepal
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Gyanendra Bir Bikram Shah Dev (bahasa Nepali: ज्ञानेन्द्र वीर विक्रम शाहदेव; Gyānendra Vīra Vikrama Śāhadeva) atau Nepal (lahir 7 Juli 1947) adalah Raja Nepal sejak 4 Juni 2001. Gyanendra menjadi raja sesaat setelah terjadi pembunuhan terhadap Raja Dipendra Bir Bikram Shah dan hampir seluruh anggota keluarganya oleh anaknya sendiri. Raja Gyanendra beristrikan Komal Rajya Laxmi Devi Shah. Mereka mempunyai dua orang anak, yaitu Putra Mahkota Paras Bir Bikram Shah Dev (lahir 30 Desember 1971) dan Putri Prerana Rajya Laxmi Devi (lahir 29 Februari 1978)
Daftar isi |
[sunting] Menjadi Raja
Sebagai anak kedua dari Raja Mahendra, Gyanendra dinyatakan sebagai raja selama dua bulan (1950–1951) ketika usianya masih balita. Saat itu keluarga raja berada di pengasingan di India. Namun statusnya sebagai raja tidak diakui secara internasional. Kakekya, Tribhuvan kembali berkuasa tak lama kemudian, ketika keluarga Rana menyerahkan kekuasaan.
Lima puluh tahun kemudian, ketika kemenakannya, Dipendra konon melakukan pembunuhan dan bunuh diri, yang menewaskan hampir seluruh keluarga raja, termasuk Raja Birendra (ayah Dipendra dan saudara laki-laki Gyanendra), Gyanendra kembali menjadi raja. Pembunuhan yang dilakukan oleh putra mahkota Dipendra -- yang tak lama kemudian juga meninggal dunia -- tetap merupakan kontroversi. Hasil penelitian resmi meneybutkan bahwa Dipendra saat itu mabuk dan tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri, namun dalam kurang dari setengah jam ia dinyatakan membawa empat senjata dan menembakkannya dengan membabi buta.
Lain dari itu, Dipendra bukan seorang kidal, sementara lubang lukanya ditemukan di sebelah kiri dahilnya. Semua masalah ini membuat orang curiga bahwa bukan Dipendra yang membunuh keluarga kerajaan melainkan orang lain. Semua ini membuat rakyat kehilangan sebagian besar kepercayaan yang mereka miliki terhadap raja sebagai penjelmaan dewa.
[sunting] Kebijakan
Sebagai raja Gyanendra berusaha melakukan pengendalian aktif terhadap pemerintahan. Dua kali dalam tiga tahun, ia memecat Perdana Menteri dan kemudian mengangkat pemerintahan yang dipilihnya sendiri. Birendra (saudaranya) telah merundingkan kemungkinan dibentuknya monarki konstitusional pada 1990 yang menempatkan dirinya sebagai raja, dalam posisi yang kecil dalam pemerintahan. Perubahan-perubahan yang dilakukan Gyanendra terhadap penyelesaian konstitusional telah dikecam keras oleh para kritikus pemerintahannya. Pada 1 Februari 2005, Gyanendra mengambil alih pemerintahan lagi. Ia menuduh pemerintahan Perdana Menteri Sher Bahadur Deuba gagal mengambil tindakan untuk menyelenggarakan pemilihan anggota parlemen dan tidak mampu memulihkan keamanan di negara, yang saat ini dilanda terorisme dan pemberontakan yang meluas dari kaum Maois. [1]
Gyanendra berjanji bahwa perdamaian dan lembaga-lembaga demokratis akan dipulihkan dalam tempo tiga tahun, namun ancaman kaum pemberontak untuk melakukan "banjir darah besar-besaran" bila pemilu diumumkan membuat Deuba membatalkannya. Pihak pembangkang tampaknya akan melanjutkan oposisi terhadap siapapun yang memimpin pemerintahan di bawah Gyanendra [2] [3] (yang saat ini tampaknya mengambil alih jabatan perdana menteri). Masa pemerintahan langsung telah disertai oleh apa yang disebut oleh para pengkritik sebagai penindasan terhadap mereka yang membangkang[4]. Organisasi-organisasi internasional telah mengungkapkan keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan para wartawan dan aktivis hak-hak asasi manusia, setelah raja memutuskan untuk membatasi kebebasan sipil, termasuk kebebasan pers, perlindungan konstitutional terhadap sensor dan hak untuk tidak dikenai penahanan preventif [5], yang dianggap oleh Gyanendra, yang menyatakan bahwa "demokrasi dan kemajuan saling berkontradiksi", sebagai langkah yang perlu untuk memulihkan keamanan negara.
[sunting] Protes
Pada April 2006, kaum konstitusionalis mengadakan protes di Kathmandu terhadap pemerintahan Gyanendra. Protes-protes ini mendapat dukungan dari para wartawan, pengacara, dan berbagai kelompok oposisi. Pemerintah kerajaan menanggapinya dengan memberlakukan jam malam yang diberlakukan polisi dengan kekerasan dengan memukuli para demonstran dengan tongkat atau menembak para demonstran. Tanpa mengindahkan larangan pemerintah, kubu oposisi memulai aksi mogok nasional untuk memprotes raja dan menuntut pemulihan demokrasi.
Unjuk rasa menuntut dirinya turun berakhir pada minggu ketiga sejak pertama kali digelar. Dukungan Partai Komunis Nepal terhadap tujuh partai oposisi sepakat menghentikan demonstrasi yang melumpuhkan Kathmandu. Mereka setuju menghidupkan kembali parlemen yang sudah empat tahun mati suri. Girija Prasad Koirala dipilih sebagai Perdana Menteri Nepal.
[sunting] Gelar
- Grand Cross of the House Order of the Orange (Belanda), 1967
- Knight Grand Cordon of the Most Exalted Order of the White Elephant (Thailand), 1979
- Grand Cross of the National Order of Merit (Perancis), 1983
- Knight Grand Cross of the Most Distinguished Order of St. Michael and St. George 1986
- Grand Cross of Order of Isabel La Catolica (Spanyol), 1987
[sunting] Pranala luar
- (en) Terjemahan tidak resmi tentang laporan komisi mengenai insiden/pembantaian
- (en) Teori persekongkolan mengenai pembantaian
Didahului oleh: Tribhuvan Bir Bikram Shah |
Raja Nepal 1950–1951 |
Digantikan oleh: Tribhuvan Bir Bikram Shah |
Didahului oleh: Dipendra Bir Bikram Shah |
Pangeran Nepal 2001 |
Digantikan oleh: Paras Bir Bikram Shah |
Didahului oleh: Dipendra Bir Bikram Shah |
Raja Nepal 2001- |
Digantikan oleh: masih menjabat |